Selasa, 13 Disember 2011

Tekad

Album : Ini Langkahku
Munsyid : Shoutul Harokah
http://liriknasyid.com

Kami sedari jalan ini
Kan penuh onak dan duri
Aral menghadang dan kezaliman
Yang akan kami hadapi
Kami relakan jua serahkan
Dengan tekad di hati
Jasad ini, darah ini
Sepenuh redha Ilahi

Kami adalah panah-panah terbujur
Yang siap dilepaskandari bususr
Tuju sasaran, siapapun pemanahnya

Kami adalah pedang-pedang terhunus
Yang siap terayun menebas  musuh
Tiada peduli siapa pun pemegangnya
Asalkan ikhlas di hati tuk hanya hanya redha Ilahi Rabbi

Kami adalah tombak-tombak berjajar
Yang siap dilontarkan dan menghujam
Menembus dada, lantakkan keangkuhan

Kami adalah butir-butir peluru
Yang siap ditembakkan dan melaju
Dan mengoyak, menumbang kezaliman
Asalkan ikhlas di hati tuk jumpa wajah Ilahi Rabbi

Kami adalah mata pena yang tajam
Yang siap menuliskan kebenaran
Tanpa ragu ungkapkan keadilan

Kami pisau belati yang selalu tajam
Bak kesabaran yang tak pernah padam
Tuk harungi dakwah ini jalan panjang
Asalkan ikhlas di hati menuju jannah Ilahi Rabbi




Rabu, 2 November 2011

DAKWAH: KEWAJIPAN YANG BERAT


Da’i ilallah adalah orang yang berusaha untuk mengajak manusia – dengan perkataan dan perbuatannya – kepada Islam, menerapkan manhajnya, memeluk akidahnya dan melaksanakan syariatnya. Dakwah kepada Allah swt – yang diabaikan oleh kaum  Muslimin pada masa kini – adalah satu kewajipan yang dibawa oleh para rasul, lalu dipikul oleh para pengikutnya yang setia, yakni orang-orang yang mengikuti jejaknya setelah mereka dan mengambil suri teladan dari para rasul itu dalam cara hidup mereka. Mereka tidak segan-segan untuk berjalan-jalan di atas jalan yang telah ditentukan Allah swt meskipun penuh aral yang menghalangnya.

            Kerana itu, ia merupakan kewajipan yang tiada pilihan lain selain itu. Hanya kecintaan untuk berada di jalan ini dan kejujuran iman terhadapnya sajayang dapat meringankan segala cubaan dan memudahkan segala kesulitan serta merperkukuh pendirian untuk terus berjuang sampai pada cita-cita yang diinginkan.

            Sayyid Quthb mengatakan, “Barangsiapa menganggap ringan kewajipan (dakwah) ini, padahal ia merupakan kewajipan yang dapat mengalahkan tulang punggung dan membuat orang gemetar, maka ia tidak akan mampu melaksanakannya secara istiqomah kecuali atas pertolongan Allah. Ia tidak akan mampu memikul dakwah kecuali atas bantuan Allah swt dan tidak akan teguh di atasnya kecuali dengan keikhlasan pada-Nya. Orang yang berada di jalan ini, siangnya berpuasa, malamnya menunaikan solat dan ucapannya penuh dengan zikir. Hidup dan matinya hanya untuk Allah, Tuhan Semesta Alam, yang tiada sekutu bagi-Nya.”

DAKWAH YANG KITA MAKSUDKAN
            Dakwah yang kita inginkan dan wajib bagi kaum  muslimin untuk melaksanakannya adalah dakwah yang bertujuan dan berorientasikan pada:
1.     1. Membangun masyarakat Islam sebagaimana para rasul Allah, yang memulai dakwahnya di kalangan masyarakat jahiliah. Mereka mengajak manusia untuk memeluk agama Allah swt, menyampaikan wahyu-Nya kepada kaumnya dan memperingatkan mereka dari syirik.
2.     2. Dakwah dengan melakukan perbaikan pada masyarakat Islam yang terkena musibah. Seperti penyimpangan dan berbagai kemungkaran, serta pengabaian masyarakat terhadap segenap kewajipan.
3.     3. Memelihara kelangsungan dakwah di kalangan di kalangan masyarakat yang telah berpegang pada kebenaran melalui pengajaran secara berterusan, peringatan, penyucian jiwa dan pendidikan. 

Isnin, 3 Oktober 2011

Masihkah Ada Waktu?

Detik berlalu meninggalkanku..
Aku masih di sini,
Menabur bakti mencurah amal,
Menelan pahit di saat manisnya teramatlah kurang,

Namun..
Aku kan tetap terus berada di sini,
Selagi jasad terkandung nyawa,
Selagi masa mengizinkan,
Selagi diri dalam ketaatan,
Pada Rabb Yang Memberi kunci segala sesuatu.

Jumaat, 12 Ogos 2011

Banyaknya Lembaga dan Jamaah Dakwah

Banyaknya wadah perkumpulan atau jamaah yang dapat dipergunakan oleh para aktivis yang mengabdi kepada agama dipergunakan oleh para aktivis yang mengabdi kepada agama Allah, dapat memancing keraguan di dalam diri seorang muslimin. Dengan kelompok atau jamaah yang mana ia akan menggabungkan diri?

Dan kelompok mana yang harus dijauhi? Sikap keragu-raguan dirinya itu, apalagi jika hal ini disertai dengan ketidak tahuannya tentang hakikat dan prinsip-prnsip yang dianut oleh perkumpulan atau jamaah yang berlainan tersebut, sering kali pula akan dapat menyebabkan dia terjangkiti penyakit 'uzlah' atau 'tafarrud'.
Oleh karena itu, seorang aktivis dakwah dituntut harus memahami aneka tujuan dan cara yang ditempuh oleh masing-masing kelompok atau jamaah itu agar dia dapat menetukan sikap serta mengambil pilihan terhadap salah satu diantaranya, yakni terhadap kelompok atau jamaah yang kebaikannya lebih menyeluruh.
Beberapa kriteria kelompok atau jamaah yang kebaikannya menyeluruh tersebut antara lain :
1.    Yang menjadi hadaf (tujuannya), yakni menerapkan syari'at dan manhaj Allah di muka bumi. Sebagaimana firman-Nya :
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ
"Sesungguhnya (hak) menetapkan hukum itu hanyalah bagi Allah." (QS. Al-An'am [6] : 57)
2.    Yang melandaskan setiap ucapan dan perbuatannya, karena Allah semata. Sebagaimana firman-Nya :
قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿١٦٢﴾ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَاْ أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ ﴿١٦٣﴾
"Katakanlah, Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan seluruh alam, tidak ada sekutu bagi-Nya. Demikianlah aku dipeirntahkan, dan aku adalah orang yang pertama menyerahkan diri." (QS. Al-An'am [6] : 162-163)
3.    Yang melepaskan semua bentuk wala' (loyalitas) kecuali kepada Allah semata. Sebagaimana firman-Nya:
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ ﴿٥٥﴾
"Sesungguhnya wali (penolong) kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka tunduk (kepada Allah). Dan barang siapa yang memanggil Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang menang." (QS. Al-Maidah [5] : 55)
4.    Yang menganut paham yang lurus terhadap Islam, tidak ghuluw (ekstrim) dan tidak pula tafrif (peremeh). Kemudian ia melaksanakan syariatnya secara integral, dari siwak (pembersih mulut yan dianjurkan Rasulullahshallahu alaihi was sallam) sampai kepada jihad. Sebagaimana firman-Nya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً
"Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam agama Islam secara keseluruhan." (QS. Al-Baqarah [2] : 208)
5.    Amal lyang pertama kali dilakukan harus berorientasi pada pembentukan pribadi muslim yang menghimpun seluruh sikap-sikap baik, dan jauh dari sikap-sikap tercela, serta berusaha untuk memperoleh pertolongan Allah, dukungan, dan kemenangan dari-Nya. Sebagaimana firman-Nya :
إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (QS. Ar-Ra'd [13] : 11)

Dan firman-Nya yang lain :
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا ﴿٩﴾ وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا ﴿١٠﴾
"Sesungguhnya telah beruntung orang yang menyucikan jiwanya, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya." (QS. Asy-Syam [91] : 9-10)
6.    Yang memiliki sifat universal dalam upaya menerapkan nilai-nilai kepribadian muslim ini, yaitu dengan bentuk penyebaran dan pemerataan pada semua lapisan masyarakat, bahkan seluruh penjuru dunia. Firman-Nya :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ ﴿١٠٧﴾
"Dan tidaklah Kami mengutus engkau kecuali berupa rahmat atas seluruh alam." (QS. Al-Anbiya' [21] : 107)
7.    Yang senantiasa berupaya mengikat kesatuan pribadi Islami dengan bersumberkan pada satu komando, sehingga menjadi satu bentuk pola pikir yang satu, hati yang satu, rohani yang satu, dan perasaan yang satu, sekalipun pribadi anggotanya berbeda. Firman-Nya :
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ
"Dan berpegang teguhlah kalian pada tali (agama) Allah dan janganlah kalian bercerai-berai." (QS. Ali-Imran [3] : 103)
8.    Yang senantiasa berpijak diatas tahapan yang benar, teliti dan terbina diatas suatu pengkajian yang kontinu serta bertolak dari pemahaman yang lurus akan realitanya. Firman-Nya :
وَقُلِ اعْمَلُواْ فَسَيَرَى اللّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ
Dan katakanlah, "Bekerjalah kalian, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu." (QS. At-Taubah [9] : 105)
9.    Yang senantiasa memelihara langkah-langkah proritas dalam beramal, yaitu tatkala sebuah jamaah mengalamai kesulitan dari para penguasa, atau menyempitnya kemungkinan dan sarana mereka harus mendahulukan hal-hal usuhuul (prinsip) di atas masalahfuruu' (cabang), memprioritaskan yang wajiba daripada yang sunnah, serta menyegerakan hal-hal yang telah disepakati daripada yang masih diperselisihkan. Ini sebagaimana yang diperbuat oleh Rasulullah shallahu alaihi wassalam, tatkala beliau mengutamakan upaya menghancurkan berhala-behala yang bercokol di dalam jiwa manusia, sebelum beliau menghancurkan berhala-berhala yang berwujud patung yang mengelilingi dan memenuhi Ka'bah.
Itulah gambaran jamaah yang benar dan layak untuk diikuti, dan menjadi pilihan kaum muslimin di tengah-tengah berbagai jamaah yang ada dewasa ini. Wallahu'alam

Khamis, 11 Ogos 2011

Kita Merancang, Dia Menentukan... (Bahagian 3)


Jun 2011

Aku mendaftar di Kolej Islam Darul Ridzuan atau KISDAR. Letaknya di Bukit Chandan, Kuala Kangsar. Sekali lagi berlaku dalam kehidupanku sesuatu yang tak pernah kujangkakan, aku berada di sini. Patutlah apabila pertama kali aku mendengar namanya, terasa bergetar hatiku. Ketika aku tahu kewujudan kolej ini, aku merasa takjub kerana adanya sebuah institusi Islam di daerah ini. Yang dulu kutahu yang ada hanya Kolej Melayu tapi kini ada Kolej Islam juga rupanya. Dan amat tidak kusangka aku bisa menuntut di kedua-duanya.
Masih kuingat, ketika ikhwah mencadangkan agar aku menyambung ke UiTM Seri Iskandar. Ketika itu aku mengharapkan agar aku disarankan ke medan baru di luar Perak. Tapi ternyata saranan ikhwah hanya di Perak. Justeru aku merasakan bahawa aku harus berada di Perak bukan di luar Perak. Setelah kufikir-fikirkan ada juga baiknya. Di saat dakwah masih kecil begini aku patutnya dekat dengan ikhwah untuk saling menguatkan asas yang ada. Setelah kupertimbangkan baik dan buruk, aku memilih KISDAR sebagai destinasi seterusnya berbanding UiTM. Maka kuteruskan perjalanan hidupku sebagai penuntut jurusan Syariah Islamiyyah di sini. Memang kuakui, banyak kelemahan kolej ini dari segi mutu dan kualiti pelajarannya, bi’ah yang ada di sini dan pelbagai faktor lagi. Namun aku tidak mahu faktor tersebut menjadi penghalang buatku untuk meneroka sebuah kejayaan. Bagiku ini adalah pengalaman baru buatku. Sebelum ni aku pernah berada di kondisi tempat yang berprestij dan kini aku ditempatkan di sebuah medan yang baru nak menempa nama. Biarlah aku mengukir sesuatu dalam sejarah kehidupanku. Di sini aku akan berdepan dengan masyarakat yang mungkin sedikit berbeza gaya dan corak pemikiran. Aku sentiasa berdoa mengharapkan agar aku dapat menimba sebanyak mungkin ilmu baru. Bukan sahaja yang berkaitan akademik bahkan tentang ragam manusia. Akan datang mungkin banyak lagi yang bakal aku lalui. Semoga pahit manis di masa lalu mengajar aku untuk menghadapi kekangan pada masa akan datang. Cukup sahaja setakat ini coretan tentang kisahku. Tentang apa yang akan berlaku pada masa akan datang insya Allah akan kulakarkan di post yang lain. Sekian, wassalam..

Ramadhan @ Ogos 2011

Rabu, 10 Ogos 2011

Kita Merancang, Dia Menentukan... (Bahagian 2)


Julai 2008

Masa kat koleq dulu, kalau tanya sorang-sorang mesti masing-masing kata nak further study kat oversea. Termasuklah aku. Aku pun ada berangan-angan nak fly. Tapi destinasi selalu berubah-ubah. Kejap Mesir, kejap UK dan macam-macam lagi ikut mana famous untuk ambil medic. Time tu memang nak sangat jadi doktor. Artikel berkaitan medic selalu aku simpan untk jadi perangsang minat. Sampailah aku masuk upper form ambil Biologi. Time tu aku score 9 A dan 1 bukan A. Agak-agak apa? B? C ke D? Dahsyat tau! Aku dapat 9G2! Failed! Tension giler time tu.. Nak jadi doktor tapi hampeh! Sejak tu aku mula teragak-agak dengan cita-citaku. Boleh ke aku ni?

Tapi aku belum patah semangat time tu. Masih ada asa bagiku. Aku usaha lagi sampaila Form 5 aku tetap tak pernah dapat A untuk subjek Biologi. Bulan nak dekat SPM aku mula pasang cita-cita lain.tetap ada kaitan dengan Bio tapi aku ada target sendiri. Time tu PM kita Pak Lah kan tengah sibuk dengan projek perindustrian bioteknologi. Aku seronok tengok artikel dan apa-apa yang berkaitan biotek. Aku sebenarnya berimpian untuk kembangkan bisnes pertanian yang menggunakan teknologi tersebut.

Bila keluar result SPM aku dapat B untuk Bio. Memang jelas lagi bersuluh aku memang takkan ambil medic. Tapi kalau nak ambil biotek pun payah gak sebenarnya. Mungkin boleh dapat kat local tapi ramai yang kata kalau ambil jurusan ni kat Malaysia tak berpotensi sangat dan tak berkembang jauh. Sebab biotek masih baru kat Malaysia. Aku dapat offer UIA untuk kejuruteraan, matrik aku dapat offer kat Melaka dan UTP untuk Business Information System. Matrik aku tolak awal-awal sebab kawan-kawan aku kata life macam kat sekolah dan payah nak score. UIA macam da ok. Aku bercadang nak ambil kejuruteraan bioteknologi. Tapi 2 tahun. Dah tu dia beritahu kemungkinan student yang ambil jurusan ni akan transfer ke IT kalau kurang score. Aduh, IT la pulak. Aku kalau boleh tak nak sentuh computer pun! Aku tak nak profesyen yang berkaitan komputer. Time tu mana lah aku tahu komputer ni teramat penting.

UTP. Business Information System atau Sistem Maklumat Perdagangan. Bunyi macam IT. Aku fobia dengar perkataan 'maklumat' ni. aku tanya pendapat ayah angkat dan kawan-kawan yang dah masuk UTP. Diorang nak sangat aku masuk UTP. Aku tanya juga ok ke tak jurusan ni diorang cakap masuk je dulu nanti lama-lama best arr.

“Masuklah Ku. Aku dulu pun tak suka gak tapi sekarang aku go on je.” Kata kawanku Syahmi. Dia memang genius tapi tak tau kenapa tak pergi oversea. Result dia dahsyat je.

Jadi dek terpujuk kata ayah angkat serta kawan-kawanku, aku pun daftarlah ke UTP. Alamk! Perak lagi…..!!!!!! Kenapalah UTP ni bukan di Melaka ke Johor ke Perlis ke asalkan jangan di Perak. Aku time kat MCKK kalau boleh nak keluar dari kepompong Perak ni.

Tapi nak buat macam mana kan takkan nak pindahkan bangunan UTP tu ke tempat lain pulak. So aku mulailah belajar di situ. Semester 1 semua subjek boleh kata mudah-mudah je. Boleh kukatakan, amat jarang sekali kulihat member yang sama-sama ambil jurusan sepertiku belajar bagai nak rak. Kebanyakannya relax je. Aku target 3.5 paling kurang. Malangnya sem tersebut aku hanya dapat 3.0 lebih je. Aku mulai merasakan kelamnya masa depanku di situ. Di mana silapku? Orang lain pun study lebih kurang je tapi ada jugak yang boleh score 3.5. Aku teliti subjek yang aku ambil. Aku lemah subjek berkaitan komputer. Aku teliti juga Buku Panduan Pelajar. Kucari halaman berkaitan jurusan yang kuambil dan kulihat banyak sungguh subjek berkaitan komputer terpaksa kuambil pada semester akan datang. Wah, boleh ke aku ni!

Walaupun result semasa foundation aku kurang memuaskan pun, namun aku layak further Degree di UTP. Dari semester 1 sampai semester 3 result ku tidak menunujukkan tanda membaik bahkan merosot. Aku tekad kali ni. Aku ingin menghentikan pengajianku di UTP. Setelah berbincang dengan ikhwah dan tidak kulupakan keluargaku, dengan berat hatinya aku berhenti setakat tu. Walaupun kesal juga kerana tidak bertindak awal namun aku bersyukur kerana ada kebaikan kuperoleh di UTP. Sepanjang lima semester aku di UTP termasuk dua semester di foundation, banyak hal aku pelajari tentang kehidupan. Mungkin rezekiku bukan di sini. Kuyakin Dia lebih tahu. Walau keputusan berhenti itu akan menimbulkan tanda tanya banyak pihak, namun aku rasa itulah yang terbaik buatku. Aku selalu termenung memikirkan apakah yang dapat kusumbangkan pada dakwah dengan asetku di UTP. Aku berdoa agar Allah menemukan aku destinasi yang mampu member peluang kepadaku untuk berbakti kepada dakwah. Kesudahannya aku dengan rasminya bukan lagi student UTP mulai Januari 2011.
Ke mana destinasiku selepas ini?

Isnin, 8 Ogos 2011

Kita Merancang, Dia Menentukan...

Bila kurenung kehidupan yang sedang kulalui, terasa seperti baru bangkit dari mimpi. Liku yang kulalui tidak pernah aku jangkakan dan tak juga aku harapkan. Namun itulah realiti kehidupan. Setiap yang bernyawa pasti akan diuji. Setiap yang beriman pasti akan diberi cubaan yang kadang-kadang meruntun jiwa. Benarlah firman-Nya dalam surah al-‘Ankabut (29) ayat 2 mafhumnya yang bermaksud;

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?”

Kenapa mesti diuji? Kadang-kadang kita mengeluh bila ditimpa musibah. Yelah, kalau boleh hidup ni kita sentiasa mengharapkan kegembiraan, kesenangan, kemudahan dan segala-galanya yang bersifat seumpama dengannyanya. Dalam surah yang sama Allah menjelaskan bahawa;

“Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”
[al-‘Ankabut(29):3]


Tak puas hati lagi? Selalu kan kita baca surah al-Mulk malam-malam tapi kalau tak pernah ambil ibroh tak tau nak cakap apa la. Awal surah tu, Allah berfirman yang bermaksud;

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”
[al-Mulk (67): 2]


Terpulanglah kita nak menanggapi bagaimana apabila diuji dengan sesuatu. Kita kadang-kadang tak sedar pun sebenarnya kebaikan yang kita peroleh itu pun sebenarnya ujian dari Allah. Kita bila dapat sesuatu kesenangan, kadang-kadang seronok melampau-lampau sampai merasakan bahawa ia memang selayaknya untuk kita. Padahal Allah sengaja nak melihat sejauh mana kita bersyukur.

“Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami uji mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran).”
[al-A’raf (7): 168]


Eh, dah macam bagi tazkirah pulak! Ingat nak berkongsi cerita..sebenarnya waktu aku tulis cerita ni, aku tengah duk muhasabah kehidupan yang telah kulalui. Tak kusangka, begini riwayat hidupku. Sekali lagi kukatakan, aku tak pernah menyangka dan meramal kehidupanku adalah yang seperti sedang aku lalui sekarang. Inilah takdir-Nya.


1997-2002


Sewaktu di sekolah rendah, aku just happy go lucky. Tak pernah mengharapkan apa-apa perubahan atau titik tolak dalam hidupku. Kulalui semuanya seperti mana orang lain (atau cuma aku yang perasan bahawa hidup orang lain adalah seperti yang kulalui!). zaman budak-budak lah katakan. Hidup untuk main. Main untuk hidup. Kalau tak main,baik tak payah hidup! Itulah prinsip zaman budak-budak yang serba hingusan. Aku tak suka bersaing waktu sekolah rendah dulu. Maksudku, aku tak suka terlibat dengan sesuatu yang memerlukan perlumbaan atau pertarungan. Aku selalu dapat nombor 1 dalam kelas waktu tu sebab tiada persaingan. Semua kawan sekelasku Melayu, budak kampung pulak dah tu. Jadi, aku tak pernah rasa dicabar atau ingin disaingi. Memang tak best hidup time ni. Yang best nyer adalah time main je huhu..main bola, mandi sungai, masuk hutan, lumba basikal (tak nak lumba pun tapi diorang nak potong jadi aku bawak lagi laju), main masak-masak dengan kakak dan adik pun best gak (sebab kadang-kadang tak ada kawan laki), main wau dan macam-macam lagi permainan yang menyeronokkan.


Best jadi budak-budak ni sebab tak perlu pikir apa-apa yang merumitkan. Sampailah aku darjah Enam. Suatu hari tu time subjek kesukaan budak-budak iaitu Pendidikan Jasmani dan Kesihatan (PJK). Inilah subjek yang paling best lebih-lebih lagi time tu kan UPSR so inilah masanya nak release tension. Asyik PJK je main bola sepak. Kalau cikgu suruh main game lain, rasa macam tak nak ada PJK hari tu. Hari tersebut aku dan sahabat karibku Muzamil (adalah nama sebenar) terlewat turun ke padang sebab kami malu nak salin baju dalam kelas. Kami salin baju kat surau sebab jarang ada orang sekitar surau time tu. Sesampai saja kami di padang, kelihatan kawan-kawan kami baru tamat lumba lari.


“Alah, apahal diorang ni! Lumba-lumba lari pulak. Tak main bola ke?”
“Relax r Ku. Diorang da abis pun. Jom, kalau diorang nak ajak lumba lari aku nak gak tunjuk kehebatanku!” 


Muzamil beria-ria nak lumba lari pulak. Tapi body dia memang saiz atlit.
Kami berlari-lari anak menuju ke tempat kawan-kawan kami berkumpul. Rupa-rupanya, Ustaz Azhari (bukan nama sebenar sebab lupa nama sebenar) nak pilih wakil sekolah untuk acara lari pecut. Bila tengok aku dan Muzamil berjalan kearahnya, dia bertanya kepada kami.


“Kamu berdua tak minat jadi wakil sekolah?”
Muzamil yang tadi beria-ria terus dengan pantas seperti kilat menjawab.
“Nak, Ustaz! Kami pun nak juga bertanding.”
Tak pasal-pasal aku pun terlibat. Hmmm..
“1, 2…… MULA!” jerit Ustaz Azhari.
Agak-agak siapa menang? Cu teka!


Akuuuuuuuu! Dah agak dah mesti aku yang menang. Bukan sebab aku yang pantas tapi diorang yang kurang laju. Aku dan Muzamil dipilih mewakili sekolah untuk peringkat zon. Kami layak ke peringkat daerah. Ketika ini, hanya aku layak mewakili daerah. Aku ke peringkat negeri Terengganu. Aku dapat nombor 2 di peringkat saringan. Peringkat final, aku memang tak nak ke peringkat seterusnya. Waktu larian, aku perlahankan larian untuk member ruang kepada pelumba sedaerah denganku. Aku dapat nombor 2 terakhir. Sedih??? Mana ada!!! Aku seronok giler time tu..sebab yakin tak payah ke peringkat kebangsaan.


Tapi..


Aku ditawarkan juga ke peringkat kebangsaan! Aduhai, apa ke bangang juri tu. Rupanya diorang ambil catatan masa di peringkat saringan. Aku pemegang masa kedua terpantas. Aku bertanya pendapat Ustaz Azhari perlukah aku terima tawaran tu. Dia tak beri kata putus. Guru-guru lain berharap aku terima. Aku bertanyakan pendapat ibu bapaku. Aku ceritakan keburukan aku terima berbanding kebaikannya. Mereka sependapat denganku. Bila kunyatakan kepada pihak sekolah akan penolakanku, masing-masing kecewa. Sampai ke pengetahuan Guru Besar kami. Dia minta face to face dengan ayahku. Setelah bincang-bincang ayahku setuju membenarkan aku menerima tawaran tu.



Sukacita kuingatkan, kisah yang kuceritakan ini adalah berkisarkan perkara yang terjadi dalam kehidupanku yang tak pernah kujangkakan. Sebelum ni telah kuceritakan pengalamanku semasa di sekolah rendah. Kali ni tentang sekolah menengahku pula. Namun, aku tidak akan bercerita panjang sejarahku dari awal sampai akhir di zaman sekolah menengah. Sebab kalau nak tulis di sini, mahu berjela-jela panjangnya.

2003 – 2007

Aku bersekolah menengah di Malay College Kuala Kangsar (MCKK). Kini diorang panggil The Malay College. Kami antara pelajar dan guru tertentu sebut Koleq. Formal ada yang panggil Kolej Melayu. Tak kisahlah nak panggil apa pun. Yang penting aku dah jadi old boy. Bila teringat sewaktu nak pilih destinasi selepas UPSR dulu, aku tak pernah menjangkakan aku akan ke sini. Bahkan aku tak pernah dengar pun nama-nama yang aku sebut tadi. Aku sebenarnya berimpian nak ke sekolah aliran Agama. Time isi borang aku ingat lagi antara sekolah yang menjadi pilihanku SMAZA atau Sekolah Senengah Agama Zainal Abidin. Kalau tak dapat SMAZA aku pilih SYAM atau  Sekolah Senengah Agama Syeikh Abdul Malik. Pilihan terakhir SMKA Wataniah. Aku tak bercita-cita ke luar Terengganu pun. Guru-guruku termasuk Ustaz Azhari mencadangkan aku ke MRSM memandangkan cita-citaku waktu tu nak jadi doktor. Budak-budak kan tak tetap cita-citanya. Hmmm.. kalau dah Ustaz pun cadangkan MRSM, agak-agak siapa lagi yang nak mencadangkan aku ke sekolah Agama? MCKK? SBP atau Sekolah Berasrama penuh? Setelah di koleq baru kusedari bahawa MCKK adalah salah satu SBP. Pernah dengar perkataan MCKK? Baru kuingat. Pernah seorang guru sekolah rendahku, Teacher Mazniah (nama sebenar aku ingat sebab aku selalu jumpa dia kat sekolah lama, dai je kot yang masih stay) yang mengajar subjek Bahasa Inggeris, killer subjek kami. Seingat aku dia pernah sebut lebih kurang begini ayat dia;
“Kalau awak cerah masa depan, awak kemungkinan berpeluang masuk SBP. Ada yang bercampur dan ada yang laki saja atau perempuan saja. MCKK untuk laki saja. Macam Ku layakla kot sebab Ketua Pengawas dan pernah mewakili negeri.” Bersemangat kami dengar Teacher Mazniah bagi motivasi UPSR. Tapi aku tak ambil tahu sangat pun time tu sebab aku tak tahu menatang apa MCKK dia sebut.
Then tunggu punya tunggu tawaran akhirnya aku dapat first dari SMKA Wataniah. Second SMAZA then third SMK Sultan Sulaiman, sekolah projek sukan negeri. Lastly dapat tawaran MCKK. Tapi dalam surat tawaran tu tulis Kolej Melayu Kuala Kangsar so aku tak rasa apa-apa keistimewaan pun. Aku tunggu tawaran dari MRSM tapi sampai ke hari nak mendaftar di koleq tak sampai-sampai pun. Jadi mendaftarlah aku sebagai budak koleq. Sampai di koleq tu baru aku perasan Kolej Melayu inilah yang disebut MCKK tu! Tu pun setelah aku translate betul-betul. Kolej Melayu = Malay College. Cukupla kot cerita sampai sini tentang macam mana aku dapat masuk koleq. Kalau nak cerita wholly life kat koleq, rasanya aku kena tulis novel ke apa ke yang tebal-tebal. Shortly, di sinilah aku banyak belajar macam-macam benda baru yang pernah dan tak pernah kujumpai. Just for your info, kat sini time aku Form 2 tahun 2004 adikku yang ke-4 kembali ke Rahmatullah. Al-Fatihah buat arwah Hassmah adikku.. 

Jumaat, 29 Julai 2011

Bagaimana Komitmen Saya Terhadap Dakwah

Dipetik dari buku 'Memperbarui Komitmen Dakwah'

Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, nescaya hanya sedikit aktivivs dakwah yang berjatuhan di tengah jalan dan dakwah akan mampu berjalan merealisasikan tujuan-tujuannya dengan langkah yang pasti.

Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, nescaya hati akan menjadi bersih, akal akan bersatu dan sedikit orang yang mengedepankan akal dan meemaksakan pendapatnya.

Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, nescaya akan tersebar toleransi, saling mencintai, saling menguatkan dan barisan akan menjadi kuat ibarat bangunan yang kukuh. Sebahagian menguatkan sebahagian yang lain.

Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, nescaya para aktivis dakwah akan memiliki sikap yang sama di mana pun posisinya sama ada di depan mahupun di belakang, menjadi pemimpin yang ditaati atau menjadi prajurit yang tersembunyi di belakang.

Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, nescaya aktivis akan berlapang dada dalam menyikapi kekeliruan saudaranya, tidak ada dengki dan permusuhan.  

Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, nescaya akan tersebar sikap saling memaafkan, tidak ada dengki dan dendam, selalu terbuka dan berlapang dada.

Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, nescaya tidak ada kemalasan dalam menunaikan kewajipan dakwah. Bahkan para aktivis akan selalu berlumba-lumbadalam melakukan kebaikan dan menggapai darjat yang tinggi.

Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, nescaya akan ada perhatian pada waktu. Tidak ada waktu yang terbuang sia-sia bagi aktivis dakwah, kerana ia selalu berada dalam keadaan bermunajat kepada Rabbnya atau sedang berjihad di medan dakwah. Jika tidak, ia sedang menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Atau ia sedang mendidik anak-anak dan isterinya di rumah atau sedang mengisi pengajian dan memberi peringatan kepada orang lain di masjid.

Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, nescaya akan ada perlumbaan untuk menunaikan kewajipan membayar infaq dakwah dan tidak akan ditemui keraguan untuk itu. Semboyannya adalah "apa yang ada di tangan  kalian akan musnah, dan apa yanga ada di sisi Allah akan kekal.

Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, nescaya akan ada sikap selalu mendengar dan taat. Tidak ada keraguan apa lagi berbangga diri dan memaksakan pendapat peribadi.

Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, nescaya akan ada pengorbanan yang besar untuk dakwah dan mendekatkan diri kepada Allah, bukan pengorbanan untuk peribadi dan hawa nafsu.

Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, nescaya akan ada kepercayaan diri terhadap pemimpinnya. Mereka pun akan siap sedia melaksanakan pengarahan-pengarahan yang diberikan pemimpin mereka.

Dan

Seandainya ada komitmen yang benar terhadap dakwah, nescaya akan menangislah orang-orang yang tidak bisa melakukan kewajipan secara optimal. Dan, alan bersemangatlah orang-orang yang telah bersungguh-sungguh untuk meraih pahala yang lebih banyak lagi.

Tanyakan pada diri sendiri "Bagaimana komitmen saya terhadap dakwah?"

Apakah kita seperti ini,

"Mereka juga merasa nyaman dengan tidak ikut serta dalam kafilah jihad. mereka tidur lelap dan rela dengan hanya memberi sumbangan yang sedikit."

Sama-sama kita menilai diri..Wallahu a'lam.

Ahad, 24 Julai 2011

Duhai Adik, Kasihanilah...

Perkongsian dari seoarang ikhwah...

“Tolongla balik tengokkan adik ni..” rayu ibuku.
“Apa yang mampu abang buat mak? Bukannya kepulangan abang nanti mampu buat adik berubah pun.” Kataku nada putus asa.
“Dia hanya dengar kata-kata abang. Takut kalau dibiarkan makin teruk budak tu.”
“Tengokla mak. Kalau dapat lapangkan masa nanti abang balik”
Apa nak jadi adikku sorang ni. Sejak ayah pulang ke rahmatullah macam-macam hal dibuatnya. Jenuh aku mendengar rintihan ibu, Kak Long dan adik-adikku yang lain. Planner kuambil dan kucari kekosongan. Paling awal minggu depan, selasa aku free. Kesibukan dakwah mendesakku menangguh masa untuk pulang ke kampungku. Aku kasihankan ibuku yang terpaksa bekerja keras membanting tulang sejak peningalan ayah. Kakak sulungku masih belajar. Aku, anak lelaki sulung ibu harapkan untuk menggantikan peranan ayah membimbing adik-adik. Adik-adikku empat orang kesemuanya. Tiga perempuan dan satu lelaki. Adik-adik perempuanku tak bermasalah Cuma adik lelakiku saja yang banyak memeningkan kepala.
“Akh, antum pilihlah nak jaket mana. Ana belanja untuk hadiah harijadi antum yang lepas.” Kataku pada seorang ikhwah yang lebih junior dariku. Ikhwah junior semua kuanggap seperti adikku sendiri walaupun kami kalau bergaul macam tiada beza usia.
“Antum pilihkanlah. Ana tak dapat nak pilih yang mana.”
“Aduhai, orang nak bagi percuma pun payah. Antum pick je yang mana satu. Ana bayarkan.”
“Antum pilihla, please! Ana redha pilihan antum. Antum kan abang ana.”
Sebutan ‘abang’ amat menyentuh hatiku. Inilah ukhuwah. Walaupun tiada ikatan darah tapi hubungan kami bagaikan satu keluarga. Kalaulah adik kandungku pun dapat nikmat ukhuwah sebegini, tentu dunia ni seperti syurga.
Ooppsss! Terlupa tiket! Berkali ibuku pesan cari tiket balik. Terus aku ke kaunter. Hari Jumaat ada program sampai ahad pagi. Petang nak kena follow up sekolah pulak. Hmmmm, malam jelah.
“Assalamu’alaikum, nak cakap dengan mak”
“Wa’alaikummussalam. Jap ek, nak panggil mak kat dapur.” Adik perempuanku darjah 4 mengangkat panggilanku.
“Bila balik?” soalan pertama ibuku. Tak sempat aku nak bertanya khabarnya.
“Insya Allah paling awal Ahad malam ni.”
“AHAD? Kenapa tak balik esok je..”
“Esok tak dapatla mak. Tengokla tiket paling awal kalau abang dapat nanti abang bagitau mak. Teruk sangat ke perangai adik tu?”
“Dia dah tak nak dengar kata sesiapa. Elok-elok hantar ke sekolah mintak nak balik. Macam-macam alasan dia bagi. Demamla, sakit itu sakit ini. Bawak balik rumah kata dah tanak duduk asrama.”
“Kalau abang balik pun, apa abang boleh buat mak?”
“Abang satu-satunya orang dia dengar cakap. Pujukla dia suruh jangan buat perangai.”
“Mungkin abang balik dia dengar kata tapi sampai bila? Kalau abang tak ada kat rumah tentu dia buat hal juga mak”
“Baliklah dulu. Cakap dengan dia elok-elok. Nasihati dia, ayah dah tak ada. Suruh dia jadilah anak yang baik dan mendengar kata.”
“Tengoklah mak. Abang cuba balik seawall mungkin.”
Kadang aku pelik. Aku berhalaqah dengan budak sekolah. Setiap minggu aku berdepan dengan mereka. Aku ajak mereka untuk jadi baik, soleh bahkan musleh tapi…..
Kenapa adikku tidak tersentuh?
Malam tu aku bertolak pulang. Aku sendiri kabur dengan apa yang aku akan kulakukan terhadap adikku. Wajarkah aku bagi sepak terajang sepertu dulu? Apakah itu boleh nengubahnya? Aku mengeluh sendiri. Ya Allah, apa yang harus kulakukan?
Sesampainya aku di rumah terus terbaring kepenatan. Apa tidaknya tidur dalam bas sungguh menyakitkan badan. Sedang enak berehat tiba-tiba telefonku bordering..
“Assalamu’alaikum, ni Ku Abdullah ke?” terdengar suara perempuan di hujung talian. Unknown number so aku ingatkan staf pejabat. Aku cuba mengingat pejabat mana pernah aku berurusan.
“Wa’alaikummussalam wbt.. Ya saya Ku Abdullah.”aku masih teragak-agak siapakah pemilik suara tersebut.
“Makcik ni ibu kepada Aziz. Adik ni kawan dia ke?”
“Owh ibu Aziz. Macam mana makcik dapat nombor saya?”
“Aziz tukar hanset. Makcik terjumpa nama adik dalam hanset lama dia ni.”
“Owh, begitu. Bukan apa. Saya pelik tiba-tiba ibu kepada kawan saya boleh memiliki nombor saya. Apa boleh saya bantu ye?”
“Anak makcik si Aziz tu baru-baru ni ada bagitau makcik, dia nak berpindah sekolah tak nak duk kolej tu. Jadi, kot-kotla adik boleh bantu dia bagi dia semangat supaya teruskan belajar di situ.”
“Owh, tak sangka pula saya. Nampak luaran ok je rupa-rupanya perasaan dia memberontak nak pindah.”
“Dia memang macam tu. Depan kawan-kawan boleh macam tak ada apa-apa perasaan tapi bila kami mak ayah dia datang, dia selalu mengungkit nak pindah.”
“Tengoklah makcik. Saya cuba dulu setakat mampu. Saya pun setakat boleh bagi nasihat jela.”
“Tu lah harapan makcik. Adik cubalah minta dia berkongsi dengan adik masalah dia. Makcik nak sangat dia habiskan belajar di situ.”
“Insya Allah makcik.”
Hmmmm..masalah adikku pun belum settle nak kena urus masalah orang pula. Aku rasa lucu dengan apa yang aku alami.
Malam tu seperti biasa aku mengajak adikku ke masjid. Nak harapkan dia pergi masjid ketika aku tiada, tunggu bulan jatuh ke ribalah. Aku cuba mengorek kenapa dia nak pindah tak nak duduk asrama.
“Adik, cuba cerita kat abang. Kenapa adik mati-mati nak pindah?”
“Bila pulak orang mati-mati nak pindah! Adik nak pindah hidup-hidup.” Aku serius boleh pulak adik aku ni berlawak.
“Dah bosan abang dengar mak duk telepon abang, Kak Long duk mengadu yang adik tak nak pergi sekolah. Buat-buat sakitla itulah inilah macam-macam alasan adik bagi sebab tak nak ke sekolah. Adik tak kesiankan mak ke? Siang malam kerja cari duit adik susahkan hati mak buat hal macam ni.”
“Adik tak tahan duk asrama. Kawan-kawan selalu ganggu adik. Diorang panggil adik nama pelik-pelik pastu adik marah terus jadi nak bergaduh.”
“Biasala tu life asrama. Gaduh tu dah jadi lumrah tapi janganla pulak ajak kawan bergaduh. Kalau setakat kawan gelar nama itu ini takkanlah adik nak layan. Kalau adik tak amek kisah tentu diorang pun tak buat dah.”
“Bukan kawan-kawan je. Kadang-kadang warden pun sama. Selain tu, barang adik selalu hilang. Buku, baju dan macam-macam lagi. Warden bukannya nak amek peduli pun kalau barang hilang.”
Aku dah mati akal nak pujuk adikku. Lastly aku cakap kemas pakaian esok aku nak hantar dia ke asrama. Nanti jumpa terus siapa yang buat masalah dengan adik aku. Esoknya setelah dikejutkan solat subuh kemudian aku suruh mandi dan bersiap nak ke sekolah. Tiba-tiba..
“Mak, mana adik tak keluar-keluar lagi ke tandas? Dah jam berapa ni kan lambat pulak nak jumpa cikgu dia.”
Mak aku ke tandas tengok adik rupa-rupanya..
“Hmmm dah lari ke mana adik tu. Memang dia ni tak nak sekolah situ.”
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
Tengah hari itu aku dan adikku ke sekolah. Muktamad! Dapatkan kebenaran penukaran sekolah. Sehari suntuk menguruskan urusan pemindahan rupanya terpaksa sambung pula esoknya. Panas telinga adikku mendengar leteranku. Disebabkannya aku terpaksa pulang ke rumah, ibuku putus asa berfikir yang terbaik untuknya, kakak dan adik perempuanku yang dah bosan berdepan dengan ragam adik lelaki yang seorang ni.
Setelah selesai urusan aku putuskan untuk kembali ke medan dakwah. Ibuku mohon aku ‘taujih’ adikku supaya dengar kata dan berjanji untuk buat segala ‘ketetapan’ ibu dan kakakku.
Sekembalinya aku di kampus, dakwah berjalan seperti biasa. Fokus dakwahku sekarang adalah sekolah yang diamanahkan untukku. Kalau tidak kerana amanah ini, aku mungkin menetap saja di rumah berdakwah family. Ikhwah-ikhwah lain sibuk mengurus dakwah di kampus sambil aku membantu sedikit yang boleh kutolong. Berdakwah membawaku mengenal beragam-ragam perangai manusia. Ada yang sibuk memikirkan cita-cita, karier, awek, pelajaran, bisnes or exactly Score A dan macam-macam lagi. Yang sibuk nal memikirkan dakwah hmmm mungkin satu dalam seribu. Tapi pada masa yang sama masih ada yang berkesempatan menghalang dakwah atau menimbulkan fenomena yang kurang sihat dalam dakwah. Pelik kan dunia ni. Kekadang sesame Islam pun nak bermusuh.
Tak sampai sebulan aku meninggalkan keluargaku, terdengar lagi soseh-soseh tentang adikku.
“Adik dah melampau. Dah berani nak melawan kalau orang melarang.” Mesej dari adik perempuanku.
Tengah sibuk aku menyiapkan modul program dakwah kuterima mesej itu jadi aku tak berkesempatan bertanya apa yang berlaku.
Sejam lepas tu….
“Aku benci betul dengan adik! Dia acu pedang marahkan aku tak bagi dia guna motor.” Mesej dari Kak Longku pula. Aku cuma mampu mengeluh perlahan. Kubiarkan mesej tersebut tanpa membalasnya. Dalam kesibukan, aku berfikir kenapa adikku bersikap semakin buas. Makin memarakkan kebencian keluarga dan yang lebih aku rasakan adalah menambah pening kepala ibuku.
Apa salah keluargaku sampai adikku berubah semakin kurang ajar? Kurang tarbiah? Memang aku tak nafikan adikku tak ditarbiah pun. Hidupnya seperti orang lain. Sesuka hati nak buat apa. Aku dulu tak adalah ditarbiah sangat pun. Nakal tetap nakal tapi senakal-nakal aku, aku pandai jaga diri. Aku tak pernah buat ibu bapaku susah hati memikirkan aku. Tapi adikku seorang ni makin menjadi-jadi nakalnya. Satu faktornya adalah ia dimanjakan tak sepertiku. Halo! Adik-adikku yang lain pun dimanjakan juga tapi mereka yang lain perempuan so tak bermasalah sangat. Tapi adik lelakiku ni hmmm tak tau aku nak tulis apa.
Malam tu aku menelefon rumah bertanya khabar keluarga, bukan untuk ambil tahu tentang apa yang berlaku pun. Tapi..
“Hari tu tak pesan apa-apa ke kat adik tu? Masih tak nak dengar kata orang. Kata dia je yang dia nak orang dengar.”
“Nak pesan apa lagi, mak? Dah berbuih mulut ni tapi kalau dah dia tak nak dengar nak buat macam mana.”
“Adik tu kalau depan abang bukan main baiknya. Macam tak pernah buat masalah. Belakang abang tengoklah, semua orang dia nak berlagak dia tu dah besar.” Kakakku pula meluahkan kata.
Satu saja yang ku sedang fikirkan. SOLUSI!
Nak solusi, mesti kena tau punca ye tak!
Jadi, apa puncanya?
Ku Cuma mampu memgangkat bahu dan geleng kepala.
Malam tu puas ku berfikir sambil bertafakur. Aku harus melakukan sesuatu. Tapi apa dan bagaimana? Hmmm.. aku harus mulakan dengan tarbiah keluargaku. Sambil hatiku berbicara gatal “Ke kena berzaujah dulu!”
Zaujah? Tak pasal-pasal tambah lagi masalah baru mungkin juga. Aku harus bina bi’ah solehah di rumahku. Aku perhatikan sepanjamg aku di rumah, ibuku jarang menekankan adik beradikku bangun awal untuk solat subuh. Bahkan aku pernah gagal mutaba’ah sebab ibuku tak kejutkan aku kononnya aku penat baru balik rumah. Padahal ibuku seawal 4 pagi dah sibuk di dapur. Kakakku pula walaupun dulu sekolah menengah ambil aliran agama di sekolah agama pulak tu tapi tak pun menunjukkan ciri-ciri lepasan pelajar sekolah agama. Ni satu lagi perkara yang kukesalkan dengan budak sekolah agama. Kat sekolah dulu bukan main tapi bila dah tamat sekolah keluar langsung tak ada beza dengan budah sekolah biasa. Kenapa? Tak lain tak bukan sebab tiada tarbiah! Kalau ada pun tak serius. Tarbiah ala kadar atau melepas batuk di tangga.
Jadi solusi untuk adikku ni apa? KELUARGAKU! Masing-masing berperanan. Masing-masing kena perbaiki diri. Siapa nak mula? Aku la kan takkan nak suruh arwah ayahku hidup semula kot. Mungkin apa yang adikku sedang lakukan adalah kerana Allah nak kami anak beranak mengubah diri hidup sebagai Muslim yang sebetul-betulnya. Ibuku harus kuajak berbincang. Adik-adikku harus aku tarbiah. Kakakku harus kuminta tunjukkan contoh untuk diikuti.
Apakah mungkin berjaya? Kalau tak cuba mana nak tahu. Tapi aku yakin firman Allah dalam surah ar-Ra’dhu ayat ke 11.
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”

Selasa, 12 Julai 2011

Dr. Abdullah Azzam

26 November 1989, Dr. Abdullah Azzam dikurniakan syahid setelah berjihad di bumi Palestin dan Afghanistan. 26 November 2007, genaplah 18 tahun pemergian beliau. Peribadi kebanggaan umat. Seorang ulama’ yang memilih untuk hidup sebagai mujahidin, meninggalkan segala kesenangan hidup dan pendapatan yang lumayan. Kisah syahidnya diketahui oleh semua. Beliau akan terus menjadi qudwah kepada mujahidin dan pendakwah sepanjang zaman. Moga Allah menerima ruhnya dan menggantikan kepada umat ini mujahid seumpamanya.
Permulaan Jihad
Beliau mula mendapat pentarbiahan Ikhwan Muslimin sejak berusia 10 tahun. Pernah menziarahi Syeikh Abdul Rahman Khalifah, Muraqib Am Ikhwan Jordan ketika itu. Mula terlibat dengan jihad ketika berusia 26 tahun bermula dari tahun 1967 (tahun penjajahan Palestin keseluruhannya) . Berpindah ke Jordan dengan berjalan kaki selama 10 hari setelah keseluruhan Palestin dijajah oleh Yahudi. Meninggalkan isteri yang sarat mengandung dan dua orang anak di sempadan Jordan – Palestin untuk mula aktif di medan jihad. Ketika isterinya melahirkan anak ketiga mereka, beliau berada di medan jihad di Palestin.
Tekanan Di Mesir
Pada tahun 1970 beliau dan keluarga berpindah ke Mesir untuk menyambung pelajaran di peringkat PhD. Berjaya menamatkan PhD di dalam bidang Usul Fiqh di Universiti al-Azhar dalam tempoh yang cukup singkat iaitu setahun lapan bulan. Dikenakan pelbagai tekanan ketika berada di Mesir, di antaranya cubaan untuk memberhentikannya dari al-Azhar dan mengeluarkan beliau dari Mesir. Tekanan-tekanan dikenakan sehingga beliau dan keluarganya terpaksa berpindah di antara 20 buah rumah dalam tempoh tidak sampai dua tahun.
Dakwah di Jordan
Pada tahun 1972 beliau ke Jordan dan bekerja selama lapan tahun di Universiti Jordan. Di situ beliau berjaya menarik ramai pemuda untuk terlibat di dalam jihad di Palestin. Selepas hanya sebulan bekerja di Jordan, beliau berjaya menarik ramai pemuda untuk keluar ke medan jihad di sempadan Jordan – Palestin selama tiga hari, pada minggu terakhir setiap bulan.
Pemecatan Dari Universiti Jordan
Pada tahun 1980 berlaku perselisihan di antara beliau dan Perdana Menteri Jordan ketika itu disebabkan satu karikatur yang disebarkan di dalam sebuah akhbar utama tempatan. Akhbar tersebut menyiarkan satu lukisan yang menggambarkan umat Islam sebagai ajen Amerika Syarikat. Beliau telah menalipon akhbar tersebut dan bercakap dengan pelukis karikatur tersebut. Setelah berlaku perdebatan dan pelukis tersebut menolak untuk meminta maaf, as-Syahid Abdullah Azzam berkata kepadanya: “Jika kamu tidak meminta maaf esok di dalam akhbar itu sendiri, kamu akan melihat akibatnya. Kamu memiliki akhbar dan kami memiliki minbar. Jordan; dari utara ke selatan akan bercakap tentang isu ini. Kami akan memboikot akhbar kamu. Bukalah gudang kamu untuk kamu menyimpan akhbar kamu.”
Pelukis tersebut yang merupakan adik ipar Perdana Menteri telah menghubungi Perdana Menteri. As-Syahid Abdullah Azzam telah dipaksa agar meminta maaf tetapi beliau enggan. Satu dakwaan dikenakan ke atas beliau tetapi beliau berjaya di dalam kes tersebut. Tidak sampai sebulan dari peristiwa tersebut beliau telah dipecat dari jawatannya sebagai pensyarah.
Selepas peristiwa tersebut mereka telah berpindah ke Arab Saudi dan as-Syahid bekerja sebagai pensyarah di sana. Tetapi ianya hanya untuk sembilan bulan sahaja.
Konspirasi di Saudi
Ketika mula-mula beliau sampai di Saudi, beliau mula terdengar tentang berita jihad di Afghanistan. Di situ beliau mula memikirkan bagaimana caranya untuk ke Afghanistan dan membatalkan kontrak lima tahun perkhidmatan dengan universiti. Isterinya menceritakan betapa gelisahnya as-Syahid ketika itu: “Saya merasakan bahawa pada setiap kali beliau masuk tidur, beliau seolah-olah tidur di atas bara api. Berpindah menggolekkan badannya dari satu tempat ke tempat yang lain sambil merintih-rintih meminta Allah memberikan jalan keluar.”
Kerajaan Saudi pada masa itu mula merasakan bahaya kewujudan Abdullah Azzam di bumi Saudi. Mereka mengeluarkan satu iklan tawaran untuk pensyarah yang berminat untuk dipinjamkan ke Pakistan dalam program pertukaran pensyarah. Abdullah Azzam mendaftarkan diri untuk perpindahan tersebut. Rupa-rupanya selepas beliau mendaftarkan dirinya, iklan tersebut ditutup dan beliau adalah calon tunggal yang mendaftarkan diri. Iklan tersebut rupanya dibuat khusus untuk mengeluarkan beliau dari Saudi.
Tiga Pilihan Buat Isteri
Isteri beliau menceritakan tentang nekad Abdullah Azzam untuk berjihad di Afghanistan:
Azzam kembali ke rumah dan berkata kepadaku: “Kemas pakaian kamu ke dalam beg. Saya tidak tahu ke mana kita akan pergi. Saya juga tidak mahu menyebut ke mana kita akan pergi.”
Kemudian beliau lebih membingungkan saya apabila beliau berkata kepada saya: “Saya akan berpindah dan kamu mempunyai tiga pilihan. Saya tidak mahu mendengar pilihan kamu sekarang. Fikirkan selama seminggu. Jika kamu ingin duduk di rumah ini di Saudi, kamu boleh lakukannya. Ini adalah rumah untuk seorang profesor universiti. Rumah seumpama istana dan perabotnya semua buatan Eropah. Kamu akan mendapat kereta buatan Amerika dengan pemandunya sekali. Yuran pengajian anak-anak semua ditanggung oleh universiti. Gaji saya semuanya adalah untuk kamu. Atau (pilihan kedua) kamu juga boleh kembali ke Jordan. Kamu akan tetap mendapat rumah dan kenderaan serta hidup di tengah-tengah keluarga, rakan-rakan dan kesayanganmu. Atau (pilihan ketiga) kamu ikut saya dan bersedia untuk menghadapi apa juga suasana yang akan menimpa. Saya tidak bertanggungjawab atas apa pilihanmu. Fikirkan dan mintalah pandangan orang lain. Moga-moga Tuhan akan mengurniakan kamu keteguhan dan kematangan.”
Kemudian beliau membawa saya ke rumah yang disediakan oleh pihak universiti. Saya tidak pernah melihat rumah itu sebelum ini kerana sejak tiba ke Saudi, saya lebih suka tinggal di rumah yang berhampiran dengan Masjidil Haram.
Saya tidak sabar untuk menunggu seminggu. Saya cuma mampu bertahan sehari sahaja. Selepas itu saya berkata kepadanya: “Kenapa kamu memberikan saya tiga pilihan? Kamu lari dari tanggungjawab. Saya mempunyai anak-anak yang perlukan bapa. Apa yang mampu dilakukan oleh rumah yang besar dan saudara mara? Kamu meninggalkan saya dengan bebanan 7 orang anak; empat lelaki dan tiga perempuan. Bagaimana saya mampu menanggung semua ini bersendirian? Saya tidak mahu tinggal di sini atau di Jordan. Jika kamu tergantung di udara sekali pun, kami akan tetap bersama kamu.”
Abdullah Azzam bertakbir kegembiraan lalu berkata: “Demi Allah, kamu memilih apa yang saya pilih. Itu lebih menggembirakan saya dari pilihan-pilihan yang lain.
Kisah Rezeki di Pakistan
Tiba di Pakistan, Abdullah Azzam meminta agar pihak pengurusan universiti menghimpunkan kelasnya pada dua hari sahaja seminggu. Dia akan berada diPakistan selama dua hari dan berada di medan jihad di Afghanistan selama limahari. Ini berterusan selama tiga tahun.
Ada cubaan untuk mengembalikannya ke Saudi setelah mereka mendapati bahawa beliau lebih merbahaya jika berada di Pakistan daripada di Saudi. Ketika beliau ingin memperbaharui visanya, urusan tersebut tidak berjaya dilakukan. Alasan yang diberikan adalah kerana dia diperlukan di Saudi dan tidak lagi di Pakistan. Sebenarnya setiap kali beliau memperbaharui visa, beliau akan membawa di dalam poketnya surat perletakan jawatan dan menjangkakan bahawa perkara tersebut akan berlaku. Beliau terus mengemukakan surat perletakan jawatan tersebut dan memilih untuk hidup sebagai mujahid di bumi Afghanistan.
Tidak lama selepas itu, Rabitoh Alam Islami yang mendengar berita perletakan jawatannya itu menawarkan kepada beliau kerja di Rabitah Alam Islami dengan separuh dari gaji beliau di universiti. Demikianlah benar apa yang dijanjikan Allah: “Di langit itu rezeki kamu dan apa yang dijanjikan untuk kamu.” (Az-Zariyat: 22)
Gambaran Kehidupan Sebuah Keluarga Mujahidin
Isteri beliau menceritakan: “Kami berpindah ke rumah seluas 2.5 x 3 meter. Di situlah dapur. Di situlah ruang tamu. Di situlah bilik tidur. Bahkan kami mandi di situ juga.”
Beliau menceritakan lagi: “Apabila waktu tidur, saya akan membariskan anak-anak saya dan saya tidur dihujung kaki mereka. Apabila masuk waktu Subuh, tidak ada ruang untuk solat Subuh. Saya mengambil wudhu’ di situ dan solat di situ.”
Tentang pendidikan anak-anak beliau berkata: “Anak-anak saya sudah besar. Mereka perlu kepada sekolah Arab. Di sana tidak ada sekolah Arab kecuali sekolahLibya yang bercampur di antara lelaki dan perempuan. Saya tidak dapat mencarikan sekolah yang sesuai untuk anak-anak perempuan saya sedangkan mereka sudah sepatutnya masuk sekolah menengah. Anak-anak lelaki masih di sekolah rendah, jadi saya hantar mereka ke sekolah Libya. Manakala anak-anak perempuan belajar di rumah. Saya meminta pertolongan beberapa orang guru perempuan untuk mengajar mereka. Saya mendaftarkan anak-anak perempuan saya di Kedutaan Mesir dan mengambil peperiksaan di sana. Mereka mendapat sijil mereka dari Kedutaan Mesir.”